Aksara Jawa dipakai dalam berbagai teks berbahasa Jawa dan beberapa bahasa lain di sekitar wilayah penuturannya. Aksara ini lebih dikenal sebagai Hanacaraka atau Carakan. Buku singkat ini mencoba memaparkan huruf-huruf serta tanda baca yang dipakai dalam aksara ini serta aturan penggunaannya.
ꦲꦤꦕꦫꦏ ꦢꦠꦱꦮꦭ | |
ha na ca ra ka da ta sa wa la | |
ꦥꦝꦗꦪꦚ ꦩꦒꦧꦛꦔ | |
pa dha ja ya nya ma ga ba tha nga |
Urutan dasar aksara Jawa banyak dikenal orang karena berisi suatu cerita legenda:
Hana Caraka (Terdapat Pengawal)
Data Sawala (Berbeda Pendapat)
Padha Jayanya (Sama kuat/hebatnya)
Maga Bathanga (Keduanya mati).
Bagi mereka yang kurang mengenal bahasa Jawa, diperlukan sedikit catatan.
Ha Hana hurip wening suci - adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci
Na Nur candra, gaib candra, warsitaning candara - harapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi
Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi - arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal
Ra Rasaingsun handulusih - rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani
Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana - hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam
Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan - menerima hidup apa adanya
Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa - mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup
Sa Suram ingsun handulu sifatullah - membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan
Wa Wujud hana tan kena kinira - ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas
La Lir handaya paseban jati - mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi
Pa Papan kang tanpa kiblat - Hakekat Allah yang ada tanpa arah
Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane - Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar
Ja Jumbuhing kawula lan Gusti - Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya
Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi - yakin atas titah/kodrat Illahi
Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki - memahami kodrat kehidupan
Ma Madep mantep manembah mring Ilahi - yakin/mantap dalam menyembah Ilahi
Ga Guru sejati sing muruki - belajar pada guru nurani
Ba Bayu sejati kang andalani - menyelaraskan diri pada gerak alam
Tha Tukul saka niat - sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan
Nga Ngracut busananing manungso - melepaskan egoisme pribadi manusia.
Jika Carakan / aksara Jawa lebih bersifat silabis (kesukukataan), bagaimana Carakan bisa menuliskan huruf mati? Hal ini bisa dijawab dengan adanya pasangan. Pasangan memiliki fungsi untuk menghubungkan suku kata yang tertutup (diakhiri konsonan) dengan suku kata berikutnya.
Sebagai contoh kata "aksara" yang bila dipisahkan menurut silabiknya adalah "ak", "sa", dan "ra". Suku kata yang pertama suku kata "ak". Untuk menuliskan "ak" ini pertama-tama adalah dengan menuliskan aksara "ha (ꦲ)" terlebih dahulu. Kemudian menuliskan aksara "ka (ꦏ)" karena aksara "ka". Untuk mematikan vokal "a" pada "ka", maka kita harus menuliskan bentuk pasangan "sa".
Bentuk pasangan disebutkan memiliki fungsi untuk menghubungkan suku kata yang tertutup dengan suku kata berikutnya. Artinya bahwa huruf yang diikuti pasangan akan dimatikan huruf vokalnya sehingga menjadi konsonan. Pada kasus di atas aksara "ka" diikuti pasangan "sa" yang berarti "ka" akan dibaca sebagai "k".
Semua aksara pokok yang ada di Carakan memiliki pasangannya masing-masing. Bentuk pasangan ini ada yang dituliskan di bawah dan ada juga yang di atas sejajar dengan aksara.
Bentuk-bentuk pasangan itu adalah:
ha | na | ca | ra | ka |
◌꧀ꦲ ◌꧀ꦤ ◌꧀ꦕ ◌꧀ꦫ ◌꧀ꦏ | ||||
da | ta | sa | wa | la |
◌꧀ꦢ ◌꧀ꦠ ◌꧀ꦱ ◌꧀ꦮ ◌꧀ꦭ | ||||
pa | dha | ja | ya | nya |
◌꧀ꦥ ◌꧀ꦝ ◌꧀ꦗ ◌꧀ꦪ ◌꧀ꦚ | ||||
ma | ga | ba | tha | nga |
◌꧀ꦩ ◌꧀ꦒ ◌꧀ꦧ ◌꧀ꦛ ◌꧀ꦔ |
menunjukkan
(Kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang menunjukkan hal-hal diatas biasanya diawali dengan huruf besar atau kapital. Untuk itulah pada perangkat lunak ini kita gunakan huruf kapital untuk menuliskan aksara murda atau pasangannya)
Sebagai catatan mengenai aksara murda ini bahwa tidak semua aksara yang ada di Hanacaraka memiliki bentuk Murdanya. Aksara murda dalam Hanacaraka hanya berjumlah 8 buah. Bentuk Murda dalam hanacaraka juga memiliki bentuk pasangan yang memiliki fungsi sama dengan pasangan dalam aksara Jawa.
Bentuk Aksara Murda serta Pasangan Murda
Untuk aturan penulisan Aksara murda ini hampir sama dengan penulisan aksara-aksara pokok di Hanacaraka, ditambah dengan beberapa aturan tambahan yakni :
Untuk melengkapi aturan penggunaan aksara murda ini, contoh berikut bisa digunakan sebagai acuan untuk menuliskan aksara murda .
Aksara Swara sebagaimana aksara Murda memiliki fungsi dan kegunaan tertentu. Aksara Swara dalam penulisan Hanacaraka digunakan untuk menuliskan aksara vokal yang menjadi suku kata, terutama yang berasal dari bahasa asing, untuk mempertegas pelafalannya.
Aksara Swara tidak seperti aksara-aksara yang lain. Aksara ini tidak dilengkapi dengan bentuk pasangan. adapun bentuk Aksara Swara ini adalah sebagai berikut :
Berkas:06AksaraSwara.JPG
Dalam menuliskan Aksara Swara, diikuti aturan penulisan aksara swara sebagai berikut :
Untuk melengkapi aturan penggunaan aksara murda ini, contoh berikut bisa digunakan sebagai acuan untuk menuliskan Aksara Murda.
Contoh:
Perlu diakui bahwa bentuk-bentuk huruf yang ada di dalam Hanacaraka tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam penulisan kata-kata dari manca negara. Sebagai salah satu bentuk asimilasi budaya ini, maka dibentuklah aksara rekan yang pada perkembangannya lebih banyak dipengaruhi oleh bahasa arab.
Aksara rekan digunakan untuk menuliskan aksara konsonan pada kata-kata asing yang masih dipertahankan seperti aslinya.
Aksara Rekan dalam Hanacaraka ada 5 buah, yang kesemuanya memiliki bentuk pasangan. Adapun bentuk aksara dan pasangan rekan itu digambarkan di bawah ini:
Berkas:08AksaraRekan.JPG
Untuk menggunaan Aksara Rekan beserta pasangannya diikuti aturan sebagai berikut
Berikut ini adalah daftar aksara rekan dan aksara pasangannya yang dilengkapi dengan contoh penggunaan masing-masing aksara.
Berkas:09ContohAksaraRekan.JPG
Sandangan adalah tanda yang dipakai sebagai pengubah bunyi di dalam tulisan Jawa. Di dalam tulisan jawa, aksara yang tidak mendapat sandangan diucapkan sebagai gabungan anatara konsonan dan vokal a. Vokal a di dalam bahasa Jawa mempunya dua macam varian, yakni / / dan /a/.
Sandangan di dalam aksara jawa dapat dibagi menjadi tiga golongan yakni sebagai berikut :
Sandangan bunyi vokal ada lima buah. Adapun bentuk dari sandangan bunyi vokal ini adalah :
Sandangan Wulu dipakai untuk melambangkan vokal ( i ) di dalam suatu suku kata. Sedangkan wulu ditulis di bagian atas akhir suatu aksara. Apabila selain wulu juga terdapat sandangan yang lain, maka sandangan wulu digeser sedikit ke kiri.
Penulisan sandangan suku dapat dituliskan dalam dua keadaan yaitu :
Kegunaannya untuk dipakai untuk melambangkan vokal e di dalam suatu suku kata.
Aturan penulisan sandangan pepet tertera sebagai berikut:
Pengecualian: Sandangan pepet tidak dipakai untuk menuliskan suku kata re dan le yang bukan sebagai pasangan. Sebab suku kata re dan le yang bukan pasangan dilambangkan dengan tanda pacerek (re) dan Nga lelet (le).
Sandangan taling dipakai untuk melambangkan bunyi vokal e atau e yang tidak ditulis dengan aksara swara E yang bergabung dengan bunyi konsonan di dalam suatu suku kata. Sandangan taling ditulis di depan aksara yang dibubuhi sandangan itu.
Catatan: Untuk membedakan penggunaan sandangan pepet dengan taling, maka dalam perangkat lunak ini gunakan:
Sandangan taling tarung dipakai untuk melambangkan bunyi vokal O yang tidak dituliskan dengan aksara swara di dalam suatu suku kata. Untuk Sandangan taling tarung dituliskan mengapit aksara yang dibubuhi sandangan itu.
Sandangan taling tarung untuk aksara pasangan di tuliskan mengapit aksara yang dimatikan (yang menjadi sigeg). Untuk aksara pasangan yang ada di atas seperti pasangan (ha), (sa), dan (pa), maka taling ditaruh didepan aksara sigeg, sedangkan tarung ditaruh di belakang aksara pasangan.
Sandangan penutup suku kata ada 4 buah.
Sandangan wignyan adalah pengganti sigegan ha (konsonan ha di akhir suku). Penulisan wignyan diletakkan di belakang aksara yang dibubuhi sandangan itu.
Hampir sama dengan sandangan wignyan, sandangan layar digunakan untuk pengganti sigegan ra (konsonan ra di akhir suku). Penulisan layar ditulis dibagian atas akhir aksara yang mengikuti.
Sandangan cecak digunakan untuk menuliskan sigegan ng (sepasang konsonan nga di akhir suku kata). ada tiga buah kondisi dalam menuliskan sandangan cecak, yakni :
Tidak seperti ketiga sandangan sebelumnya, sandangan pangkong memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi itu adalah :
Gugus konsonan adalah kumpulan dari dua konsonan dalam Hanacaraka yang akan membentuk suatu suku kata. sebagai contoh kraton yang dapat dipisah menjadi kra-ton. suku kata kra memiliki gugus konsonan kr. Di dalam Hanacaraka ada lima buah gugus konsonan yang digunakan dalam bentuk sandangan.
Sandangan cakra merupakan penanda gugus konsonan yang unsur terakhirnya berwujud konsonan r. Tanda cakra ditulis serangkai di bawah bagian akhir aksara yang diberi tanda cakra itu.
Aksara yang sudah diberikan cakra dapat diberikan sandangan lagi selain sandangan cakra, cecak, cakra la, cakra wa. Dan apa bila sandangan itu adalah pepet, maka sandangan cakra dan pepet ditulis menjadi cakra keret.
Sandangan Cakra Keret dipakai untuk melambangkan gugus konsonan yang berunsur akhir konsonan r dengan diikuti vokal e pepet. Dengan kata lain cakra keret digunakan sebagai ganti tanda cakra yang mendapatkan penambahan sandangan pepet. Tanda cakra keret ditulis serangkai di bawah bagian akhir aksara yang diberikan tanda keret itu.
Sandangan Pengkal dipakai untuk melambangkan konsonan yang bergabung dengan konsonan lain di dalam suatu suku kata. Tanda pengkal ditulis serangkai di belakang aksara yang diberi tanda pengkal.
Singkatan adalah kependekan bentuk (kata atau kelompok kata) yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dilafalkan huruf demi huruf ataupun yang tidak. Sedangkan Akronim adalah kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar.
Singkatan dan akronim itu lazimnya dibuat berdasarkan atas tulisan beraksara latin. Untuk singkatan yang tidak dapat diucapkan sebagai mana layaknya sebuah kata, maka penulisannya adalah seperti apa yang terucap dari singkatan itu. Sedangkan akronim yang bisa diucapkan sebagai kata, maka dituliskan sebagai mana layaknya sebuah kata.
Untuk menuliskan singkatan pada perangkat lunak ini, gunakan huruf besar semua. contoh : PPKI, PPPK, MPR, DPR dan lain sebagainya
Contoh :
Untuk menuliskan satuan dari suatu bilangan, maka satuan itu bisa dituliskan dalam bentuk kata lengkapnya. sebagai contoh kilogram, meter, kilometer, dan sebagainya.
Pada Perangkat lunak ini juga mendukung perubahan bentuk huruf dari bentuk satuan (tidak normal) ke bentuk pengucapannya. Adapun dukungan satuan/besaran yang ditangani yakni :
Tabel tak normal dan kata normal.
Dalam Hanacaraka terdapat pula tanda-tanda baca yang digunakan dalam penulisan kalimat, paragraf dan lainnya. Bentuk tanda baca yang ditangani dalam perangkat lunak ini ada 4 buah yakni :
Pada adeg-adeg dipakai di depan kalimat pada tiap-tiap awal alinea.
Pada adeg dipakai untuk menandakan bagian tertentu dari suatu teks yang perlu diperhatikan, hampir setara dengan tanda kurung.
Pada lingsa dipakai pada akhir bagian kalimat sebagai tanda intonasi setengah selesai. Tanda ini hampir setara dengan penggunaan koma(,).
Contoh: wong gedhe, dhuwur, lan pakulitane ireng.
Pada lungsi dipakai pada akhir suatu kalimat. Tanda ini hampir setara dengan titik.
Contoh: wis meh jam telu esuk, sumini durung bisa turu. pikirane goreh. goreh amarga mikirna bojone kang wis telung dina iki durung mulih.
Pada pangkat mempunyai beberapa fungsi tertentu, yang pada contoh berikut diperagakan sebagai titik dua (:)