Beberapa karya seni dari berbagai penjuru Indonesia: (1) Kain Pelepai, Lampung, (2) Mahkota Wutulai, Maluku Tenggara, (3) Arca Pradnyaparamita peninggalan Singasari, (4) Lukisan Boma dan Kesna, Bali, (5) Berburu Rusa oleh Raden Saleh, dan (6) Ukiran kayu Asmat.

Seni adalah keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, fungsinya, bentuknya, makna dari bentuknya, dan sebagainya), seperti tari, lukisan, ukiran.[1] Seni meliputi banyak kegiatan manusia dalam menciptakan karya visual, audio, atau pertunjukan yang mengungkapkan imajinasi, gagasan, atau keprigelan teknik pembuatnya, untuk dihargai keindahannya atau kekuatan emosinya.[2][3] Kegiatan-kegiatan tersebut pada umumnya berupa penciptaan karya seni, kritik seni, kajian sejarah seni dan estetika seni.

Peristilahan

[sunting | sunting sumber]

Pengertian seni dalam bahasa Indonesia memiliki riwayat peristilahannya sendiri yang tidak sederhana, baik dipandang dari segi terminologis maupun etimologisnya. Hal ini mulanya disebabkan oleh ketiadaan padanan istilah yang pas dalam bahasa Indonesia/Melayu untuk konsep art dalam bahasa Inggris atau kunst dalam bahasa Belanda.

Asal kata

[sunting | sunting sumber]

Terdapat beberapa teori yang beredar mengenai asal mula kata seni, di antaranya adalah:

Meskipun demikian, kata seni (bahasa Inggris: art) ditengarai merupakan neologisme yang memanfaatkan kata seni (dalam artian kecil) yang telah ada dalam bahasa Melayu umum. Teori-teori di atas kemungkinan hanya rekaan atau anggapan baru.

Sejarah dan polemik

[sunting | sunting sumber]

Terdapat permasalahan alih bahasa ketika bahasa Indonesia terpapar konsep-konsep Barat, seperti apa yang kita sebut sekarang sebagai seni, walaupun gejala kesenian telah ada sebelumnya dan istilah padanannya dapat digali dari kosakata lokal, seperti kata kagunan dalam bahasa Jawa dan kabinangkitan dalam bahasa Sunda. Memadankan kata seni untuk art atau kunst sesungguhnya terdengar sangat ganjil karena sampai abad ke-19, kata seni hanya sering digunakan pada konteks air seni yang merupakan penghalusan istilah untuk kencing.[6] Sedangkan contoh penggunaan kata seni untuk menyebut sesuatu kecil/lembut pada konteks lainnya tidak banyak ditemukan.

Sebelum istilah seni populer seperti sekarang, istilah kunst dalam kamus Belanda-Melayu (Klinkert atau Mayer atau Badings yang terbit pada penghujung abad ke-19 atau permulaan abad ke-20) diterjemahkan menjadi hikmat, ilmu, pengetahuan, kepandaian dan ketukangan.[7] Kamus Umum Bahasa Indonesia (terbit pertama kali 1953) oleh Purwadarminta ditengarai ialah kamus yang merekam kata seni dengan makna yang baru untuk pertama kalinya. Meskipun Purwadarminta bukanlah yang mula-mula menggunakan istilah "seni" dan "seni rupa", tetapi hal ini membuat polemik di kalangan seniman karena seakan-akan menimbulkan ketimpangan persepsi antara seni di Indonesia dan seni di Barat.[8][9]

Istilah "seni rupa", "seni musik", "seni teater", "seni sastra" dll. Dalam bahasa Indonesia ditengarai memperlihatkan gejala adverbial. Gejala ini menunjukkan kata-kata penting (rupa, musik, tari, sastra) hanya sekadar kata keterangan (adverbia) untuk kata seni. Keutamaan pada istilah-istilah itu terletak pada kata "seni"-nya. Istilah "seni" sendiri dalam bahasa Indonesia tidak membawa sifat kebendaan, walaupun merupakan kata benda abstrak. Dengan demikian, semua ungkapan seni punya kedudukan sejajar. Seni menjadi istilah yang 'terbuka'. Ungkapan seni bahkan tidak dibatasi pada seni rupa, seni tari, seni musik, dan seni teater saja (dikenal menampilkan ungkapan pribadi). Deretan istilah ini bisa diperpanjang dengan seni keris, seni batik, seni ronggeng (dan sebagainya) yang dikenal sebagai kesenian di dunia tradisi. Maka, kata seni tidak memiliki bentuk dan merupakan kondisi mental yang bisa berwujud banyak hal selama memiliki gejala seni. Gejala tersebut membuat pengertian seni dalam bahasa Indonesia lebih dekat kepada estetika.[9][10] Oleh karenanya, terdapat banyak kesulitan dalam menyeimbangkan perkembangan wacana seni di Indonesia dan Barat, misalkan seni tari jika diterjemahkan secara harfiah menjadi dance art mungkin tidak masuk akal bagi pemakai bahasa Inggris, juga seperti seni ukir, seni musik, dsj. Bahasa Inggris dan beberapa bahasa lain juga membedakan antara istilah art (untuk konsep seni secara umum) dan (the) arts (bidang-bidang kreatif kesenian).

Neologisme

[sunting | sunting sumber]

Istilah seni kemungkinan besar ditemukan—atau lebih tepatnya dimaknai ulang—oleh S. Sudjojono melalui Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) yang kala itu sangat giat mencari padanan istilah berbahasa Indonesia. Istilah baru yang juga diperkenalkan antara lain seni lukis, lukisan, pelukis, lukisan kampas (kanvas), pematung, seni rupa, cukilan, alam benda, potret diri, watak, sanggar, sketsa, etsa, seniman, telanjang dan lain-lain. Sementara itu, istilah seniman (untuk menyebut pelaku seni) muncul pada akhir 1930-an di dalam tulisan-tulisan S. Sudjojono mengenai seni lukis Indonesia. S. Sudjojono mengakui bahwa istilah ”seniman” ini pertama kali diusulkan oleh Ki Mangunsarkoro—mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.[11][12] Tulisan-tulisan S.Sudjojono juga membantu istilah-istilah tersebut semakin populer, khususnya buku Seni lukis, kesenian, dan seniman yang terbit pertama kali 1946.

Sejarah

[sunting | sunting sumber]
Cetakan tangan di Gua Pettakere di Situs Prasejarah Leang-Leang, Maros. Setidaknya diperkirakan berusia 39.900 tahun.

Bentuk kesenian tertua yang ditemukan adalah seni rupa, yang meliputi penciptaan gambar atau benda yang sekarang digolongkan menjadi lukisan, patung, cetakan, fotografi dan media rupa lainnya.[13] Bentuk seni seperti patung, lukisan gua, lukisan batu, dan petroglif dari zaman Paleolitikum Akhir telah ada sejak dari 40.000 tahun yang lalu. Lukisan gua di Sulawesi disebut sebagai salah satu artefak seni tertua di dunia.[14] Akan tetapi, makna sesungguhnya dari seni tersebut masih dalam perdebatan karena kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang menghasilkannya. Di gua Lubang Jeriji Saleh, Kalimantan Timur, para arkeolog menemukan gambar serupa binatang sapi yang ditegaskan sebagai karya seni figuratif tertua di dunia, diperkirakan berasal dari 40 ribu hingga 52 ribu tahun lalu (periode Paleolitik Atas dan akhir zaman es), lebih tua 5000 tahun dari penemuan sebelumnya di Sulawesi.[15] Benda seni yang disebut tertua lainnya berasal dari gua di Afrika Selatan, berusia 75.000 tahun, berbentuk rangkaian cangkang keong kecil-kecil yang dilubangi.[16] Wadah yang kemungkinan untuk tempat cat juga ditemukan dengan usia 100.000 tahun. Cangkang kerang dengan goresan oleh Homo erectus yang ditemukan tahun 2014 dipercaya berasal dari 430.000 dan 540.000 tahun yang lalu.[17]

Banyak tradisi besar dalam seni memiliki akar dari salah satu peradaban besar kuno, yakni Mesir Kuno, Mesopotamia, Persia, India, Tiongkok, Yunani Kuno, Romawi, juga Inka, Maya dan Olmek. Tiap-tiap pusat peradaban awal ini mengembangkan gaya khas dalam keseniannya. Dikarenakan ukuran dan usia peradaban-peradaban tersebut, terdapat lebih banyak karya seni yang terselamatkan dan lebih banyak pengaruh yang disebarluaskan kepada budaya-budaya yang datang kemudian. Sebagian dari peradaban tersebut bahkan memiliki catatan terawal bagaimana seniman bekerja. Sebagai contoh, seni zaman Yunani melihat pemujaan bentuk tubuh manusia dan pengembangan keterampilan yang berimbang untuk menunjukkan proporsi otot, ketenangan, kecantikan, dan anatomi yang tepat.[18]

Dalam seni peradaban Bizantium dan Abad Pertengahan Barat, banyak seni berfokus pada ekspresi subjek tentang budaya Alkitab dan keagamaan, dan menggunakan gaya yang menunjukkan kemuliaan yang lebih tinggi bagi dunia surgawi, seperti penggunaan emas pada latar belakang lukisan, atau kaca dalam mosaik atau jendela, yang juga menyajikan figur-figur dalam bentuk yang ideal, berpola (datar). Namun demikian, tradisi realis klasik bertahan dalam karya-karya kecil Bizantium, dan realisme terus tumbuh dalam seni Katolik Eropa.[19]

Seni Renaisans kemudian berkembang dengan lebih menekankan pada penggambaran realistik dunia bendawi, dan tempat manusia di dalamnya. Hal itu tercermin dari penggambaran jasmani tubuh manusia, dan perkembangan metode sistematis penggambaran jauh-dekat dari sudut pandang grafis untuk mendapatkan kesan ruang tiga dimensi.[20]

Langit-langit kubah Shah Cheragh, Iran, memperlihatkan paduan pola geometris dan kaligrafi dalam arsitektur Timur Tengah.

Di Timur, penolakan seni Islami terhadap ikonografi mengakibatkan pengutamaan pada pola geometris, kaligrafi dan arsitektur.[21] Di Timur jauh, agama juga menguasai gaya dan bentuk kesenian. India dan Tibet memperlihatkan penekanan pada patung lukis dan tarian, sedangkan lukisan agamawi meminjam banyak aturan dari kesenian patung dan cenderung memiliki warna-warna terang yang kontras dengan penekanan pada garis-garis batasnya. Sementara itu, Cina memperlihatkan banyak perkembangan bentuk seni: ukiran giok, kerajinan perunggu, tembikar (termasuk tentara terakota dari Kekaisaran Qin[22]), syair, kaligrafi, musik, lukis, drama, fiksi, dll. Gaya seni Cina sangat beragam dari zaman ke zaman dan masing-masingnya dinamai berdasarkan dinasti yang berkuasa. Jadi, sebagai contoh, lukisan-lukisan dinasti Tang memiliki warna monokromatik dan renggang-renggang, menekankan bentang yang ideal. Akan tetapi, lukisan-lukisan dinasti Ming berwarna-warni dan padat, dan berfokus untuk bercerita dengan pengaturan latar dan komposisi.[23] Jepang juga menamai gaya-gaya dalam kesenian mereka dengan dinasti kekaisaran juga, dan menampakkan banyak pembauran antara gaya kaligrafi dan lukis. Cetak balok kayu menjadi penting di Jepang setelah abad ke-17.[24]

Panorama bagian gambar Seribu Li Pegunungan dan Sunai-sunai oleh pelukis Wang Ximeng, abad ke-12 dinasti Song.

Abad Pencerahan di Barat pada abad ke-18 melihat penggambaran artistik dari sudut kepastian fisik dan rasionalnya, serta visi politik revolusioner dari dunia pasca-monarki, seperti penggambaran Blake tentang Newton sebagai geometer ilahi,[25] atau lukisan-lukisan propaganda David. Hal ini menyebabkan penolakan Romantisisme demi gambar-gambar dari sisi emosional dan individualitas manusianya, dicontohkan dalam novel-novel Goethe. Kemudian penghujung abad ke-19 memunculkan sejumlah gerakan artistik, seperti seni akademik, simbolisme, impresionisme, dan fauvisme.[26][27]

Sejarah seni abad kedua puluh adalah narasi tentang kemungkinan yang tak terbatas dan pencarian standar-standar baru, masing-masing gerakan ditumbangkan secara berurutan oleh yang datang berikutnya. Dengan demikian, ukuran-ukuran impresionisme, ekspresionisme, fauvisme, kubisme, dadaisme, surealisme, dll. tidak dapat dipertahankan jauh melampaui waktu penemuan mereka. Meningkatnya keterhubungan global sepanjang masa ini memperlihatkan pengaruh yang setara dari budaya lain ke dalam kesenian Barat. Dengan demikian, cetakan balok kayu Jepang (dipengaruhi oleh kejurugambaran Renaisans Barat) memiliki pengaruh besar pada impresionisme dan perkembangan selanjutnya. Contoh lainnya, patung-patung Afrika diambil oleh Picasso dan sampai batas tertentu oleh Matisse. Demikian pula, pada abad ke-19 dan ke-20, gagasan-gagasan Barat memiliki dampak besar pada seni di Timur seperti komunisme dan pascamodernisme yang memberikan pengaruh kuat.[28]

Kegunaan

[sunting | sunting sumber]

Seni memiliki sejumlah besar fungsi yang berbeda sepanjang sejarahnya, sehingga tujuannya sulit untuk diabstraksikan atau dikuantifikasi dengan konsep tunggal apa pun. Namun hal ini tidak menyiratkan bahwa tujuan seni adalah sesuatu yang "kabur", melainkan bahwa seni tercipta dengan memiliki banyak alasan unik dan berbeda. Beberapa kegunaan seni disediakan dalam garis besar berikut. Berbagai tujuan seni dapat dikelompokkan sesuai dengan yang tidak termotivasi, dan yang termotivasi (Lévi-Strauss).[29] Seni memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat tradisional dan sering kali tidak hanya bersifat dekoratif atau estetis, tetapi juga memiliki fungsi-fungsi yang mendalam dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat tersebut. Berikut adalah beberapa fungsi seni dalam masyarakat tradisional:

1. Ekspresi Budaya:

  - Seni memungkinkan masyarakat untuk mengekspresikan dan merayakan identitas budaya mereka. Melalui seni, tradisi, cerita rakyat, dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi dapat diungkapkan.

2. Ritual dan Upacara:

  - Seni sering terlibat dalam ritual dan upacara keagamaan atau kehidupan sehari-hari. Misalnya, seni dapat digunakan dalam tarian, patung, atau lukisan yang memiliki makna mendalam dalam konteks upacara keagamaan atau adat istiadat.

3. Pendidikan dan Pembelajaran:

  - Seni dapat menjadi sarana pendidikan dan pembelajaran. Melalui seni, pengetahuan tentang sejarah, tradisi, dan nilai-nilai masyarakat dapat disampaikan kepada generasi muda.

4. Simbolisme Sosial:

  - Seni sering kali berfungsi sebagai simbol-simbol sosial yang mencerminkan hierarki, status, atau peran dalam masyarakat. Contohnya termasuk busana tradisional, hiasan dinding, atau seni ukir yang menandakan status sosial atau keanggotaan dalam suatu kelompok.

5. Pengobatan dan Kesehatan:

  - Beberapa masyarakat tradisional menggunakan seni dalam konteks pengobatan dan pemulihan kesehatan. Seni bisa berupa tarian penyembuhan, seni rupa yang dianggap memiliki kekuatan penyembuhan, atau musik yang dianggap dapat mempengaruhi kesehatan seseorang.

6. Perekat Sosial:

  - Seni dapat berperan sebagai perekat sosial yang menghubungkan anggota masyarakat. Pementasan teater, pertunjukan musik, atau festival budaya dapat menjadi momen di mana masyarakat berkumpul, merayakan bersama, dan memperkuat ikatan sosial.

7. Pertanian dan Keberlanjutan:

  - Dalam beberapa masyarakat tradisional, seni sering terkait dengan praktik pertanian atau keberlanjutan. Misalnya, seni pertanian seperti ukiran di alat-alat pertanian atau seni tekstil yang digunakan dalam kegiatan pertanian memiliki makna simbolis dan praktis.

8. Penciptaan Barang Seni Fungsional:

  - Banyak barang seni dalam masyarakat tradisional tidak hanya estetis, tetapi juga memiliki fungsi praktis. Kerajinan tangan, perhiasan, atau tekstil sering kali digunakan sehari-hari dan memiliki nilai fungsional serta artistik.

Fungsi-fungsi ini dapat bervariasi antar masyarakat tradisional, tergantung pada nilai-nilai, keyakinan, dan kebutuhan khusus masing-masing kelompok. Seni membentuk bagian integral dari kehidupan masyarakat tradisional, mencerminkan dan memperkaya warisan budaya mereka.[30]

Kegunaan tanpa dorongan

[sunting | sunting sumber]

Kegunaan seni tanpa dorongan adalah tujuan yang tak terpisahkan dalam proses menjadi manusia, melampaui diri pribadi, atau tidak memenuhi tujuan luar tertentu. Dalam pengertian ini, seni, sebagai daya cipta, adalah sesuatu yang harus dilakukan manusia sesuai dengan kodratnya (yaitu, tidak ada spesies lain yang menciptakan seni), dan karenanya melampaui kegunaan praktis.

  1. Irama visual dalam motif ikat Sumba, hinggi, kain untuk laki-laki
    Naluri dasar manusia untuk keselarasan, keseimbangan, dan irama. Seni pada tingkat ini bukanlah tindakan ataupun objek, melainkan penghargaan internal atas keseimbangan dan keselarasan (keindahan), dan karena itu merupakan aspek manusia di luar kebergunaan.
  2. Pengalaman yang misterius. Seni menyediakan cara untuk mengalami diri sendiri dalam hubungannya dengan alam semesta. Pengalaman ini mungkin sering datang tanpa dorongan tertentu, karena orang menghargai seni, musik, atau puisi.
  3. Ungkapan imajinasi. Seni menyediakan sarana untuk mengungkapkan imajinasi dengan cara non-tata bahasa yang tidak terikat pada formalitas bahasa lisan atau tulisan. Tidak seperti kata-kata, yang datang dalam urutan dan masing-masing memiliki makna yang pasti, seni menyediakan berbagai bentuk, lambang, dan gagasan dengan makna yang luwes.
  4. Fungsi ritual dan simbolis. Dalam banyak budaya, seni digunakan dalam ritual, pertunjukan dan tarian sebagai hiasan atau lambang. Sementara hal tersebut sering tidak memiliki tujuan kegunaan tertentu (terdorong sesuatu), antropolog mengetahui bahwa seni dalam ritual sering digunakan pada tingkat makna dalam budaya tertentu. Makna ini tidak dilengkapi oleh satu individu, tetapi sering kali merupakan hasil dari banyak perubahan generasi, dan hubungan kosmologis dalam budaya.

Kegunaan dengan dorongan

[sunting | sunting sumber]

Kegunaan seni dengan dorongan mengacu pada tindakan yang disengaja dan sadar dari seniman atau penciptanya. Hal ini mungkin membawa perubahan politik, untuk mengomentari suatu aspek dalam masyarakat, untuk menyampaikan emosi atau suasana hati tertentu, untuk menunjukkan psikologi pribadi, untuk menggambarkan disiplin lain, untuk (dengan seni komersial) menjual produk, atau hanya sekadar bentuk komunikasi.

  1. Komunikasi. Seni, paling sederhana, adalah bentuk komunikasi. Karena sebagian besar bentuk komunikasi memiliki maksud atau tujuan yang diarahkan kepada individu lain, ini adalah tujuan yang berdorongan. Kesenian ilustrasi, seperti ilustrasi ilmiah, adalah bentuk seni sebagai komunikasi. Peta adalah contoh lain. Namun, isinya tidak perlu ilmiah. Emosi, suasana hati dan perasaan juga dapat dikomunikasikan melalui seni.
  2. Seni sebagai hiburan. Seni dapat menghadirkan emosi atau suasana hati tertentu, untuk tujuan bersantai atau menghibur pemirsa. Ini sering merupakan fungsi dari industri seni gambar bergerak dan permainan video.[31]
  3. Seni untuk perubahan politik. Salah satu fungsi seni awal abad ke-20 adalah menggunakan gambar-gambar visual untuk menghasilkan perubahan politik. Gerakan-gerakan seni yang memiliki tujuan ini—misalnya Dadaisme, Surealisme, konstruktivisme Rusia, dan Ekspresionisme Abstrak— secara kolektif disebut sebagai seni avante-garde atau garda depan.
  4. Seni sebagai "zona bebas", jauh dari aksi celaan sosial. Berbeda dengan gerakan avant-garde, yang ingin menghapus perbedaan budaya untuk menghasilkan nilai-nilai universal yang baru, seni kontemporer telah meningkatkan toleransi terhadap perbedaan budaya serta fungsi-fungsi kritis dan membebaskannya (penyelidikan sosial, aktivisme, subversi, dekonstruksi ...), menjadi tempat yang lebih terbuka untuk penelitian dan percobaan.
  5. Seni untuk penyelidikan sosial, subversi dan/atau anarki. Sementara mirip dengan seni untuk perubahan politik, seni subversif atau dekonstruktivistik berupaya mempertanyakan aspek-aspek masyarakat tanpa tujuan politik tertentu. Dalam hal ini, fungsi seni mungkin hanya untuk mengkritik beberapa aspek masyarakat. Seni grafiti dan jenis seni jalanan lainnya adalah grafis dan gambar yang dilukis dengan semprotan atau stensil pada dinding, bangunan, bus, kereta api, dan jembatan yang dapat dilihat secara publik, biasanya tanpa izin. Bentuk seni tertentu, seperti grafiti, mungkin juga tergolong ilegal ketika dikerjakan dengan melanggar hukum (dalam hal ini vandalisme).
  6. Seni untuk tujuan sosial. Seni dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran untuk berbagai macam tujuan. Sejumlah kegiatan seni ditujukan untuk meningkatkan kesadaran autisme, kanker, perdagangan manusia, dan berbagai topik lainnya, seperti sebagai konservasi lautan, hak asasi manusia di Darfur, membunuh dan kehilangan perempuan Aborigin, pelecehan yang lebih tua, dan pencemaran. Trashion, menggunakan tempat sampah untuk membuat mode, dipraktikkan oleh seniman seperti Marina DeBris adalah salah satu contoh menggunakan seni untuk meningkatkan kesadaran tentang polusi.
  7. Seni untuk tujuan psikologis dan penyembuhan. Seni juga digunakan oleh terapis seni, psikoterapis dan psikolog klinis sebagai terapi seni. Seri Gambar Diagnostik, misalnya, digunakan untuk menentukan fungsi kepribadian dan emosi pasien. Produk akhir bukanlah tujuan utama dalam kasus ini, melainkan proses penyembuhan, melalui tindakan kreatif. Karya seni yang dihasilkan juga dapat menawarkan wawasan tentang masalah yang dialami oleh subjek dan dapat menyarankan pendekatan yang sesuai untuk digunakan dalam bentuk terapi kejiwaan yang lebih konvensional.[32]
  8. Seni untuk propaganda, atau komersialisme. Seni sering digunakan sebagai bentuk propaganda, dan dengan demikian dapat digunakan untuk secara halus mempengaruhi konsepsi atau suasana hati yang populer. Dengan cara yang sama, seni yang mencoba menjual produk juga memengaruhi suasana hati dan emosi. Dalam kedua kasus tersebut, tujuan seni di sini adalah untuk secara halus memanipulasi pemirsa menjadi respons emosional atau psikologis tertentu terhadap gagasan atau objek tertentu.[33]
  9. Seni sebagai indikator kebugaran. Telah dikemukakan bahwa kemampuan otak manusia jauh melebihi apa yang dibutuhkan untuk bertahan hidup di lingkungan leluhur. Salah satu penjelasan psikologi evolusioner untuk ini adalah bahwa otak manusia dan sifat-sifat terkait (seperti kemampuan artistik dan kreativitas) adalah padanan manusia untuk ekor burung merak. Tujuan dari ekor merak jantan yang luar biasa adalah untuk menarik perhatian betina. Menurut teori ini, penggarapan seni yang unggul itu secara evolusioner penting karena untuk menarik perhatian pasangan.[34]

Fungsi seni yang dijelaskan di atas tidak saling berdiri sendiri-sendiri, karena banyak dari mereka mungkin tumpang tindih. Misalnya, seni untuk tujuan hiburan juga dapat berupaya untuk menjual suatu produk, yaitu film atau permainan video.

Sarana dan bahan

[sunting | sunting sumber]

Dalam sejarah umat manusia, seni telah diungkapkan melalui sarana dan bahan yang beragam, mulai dari arang, kapur, batu, kayu, cat hingga teknologi terkini seperti media digital. Seniman-seniman purbakala memanfaatkan bahan-bahan sederhana seperti tulang, kayu dan batu untuk menciptakan suatu gambar atau rancangan. Lambat laun, media seni bergeser menjadi tanah liat yang dibentuk dan dibakar, kemudian menemukan teknik penempaan dan pengecoran untuk menciptakan alat-alat berbahan logam. Di sisi lain, para pelukis menjelajah lingkungan sekitarnya untuk menemukan bahan-bahan berpigmen, seperti kapur, arang, beri-berian, krustasea dan mineral tertentu yang disarikan dari tanah. Cat tempera yang terbuat dari telur adalah bahan yang populer hingga abad ke-15 sebelum akhirnya tergantantikan oleh cat minyak. Cat minyak dan cat air menguasai bentang seni lukis hingga 1940-an tatkala cat akrilik ditemukan. Pada abad ke-20, seniman kemudian mencoba menggabungkan berbagai media, alat dan bahan untuk menciptakan karya seni yang menantang konsepsi manusia tentang dunianya dan estetika seni.[35]

Gambar

[sunting | sunting sumber]

Menggambar adalah ungkapan seni yang paling gegas. Sebelum Renaisans, menggambar tidaklah dianggap sebagai sebentuk seni, melainkan hanya sebatas tahap persiapan dari penciptaan karya seni yang sesungguhnya. Cennino Cennini, misalnya, melihat kegiatan menggambar sebagai "pelengkung kemenangan" menuju lukisan. Seniman yang masyhur memanfaatkan kegiatan menggambar sebagai sarana pengungkapan independen adalah Leonardo da Vinci dan Michaelangelo.[35]

Metalpoin dan kapur di atas kertas. Gambar-latihan kepala oleh Leornardo da Vinci.

Beberapa bahan untuk menggambar yang dikenali dalam sejarah yakni:

Lukis

[sunting | sunting sumber]
Fresko sosok Yesaya di Kapel Sistina oleh Michaelangelo

Semua cat membutuhkan bahan perantara yang dapat mengikat pigmen secara kuat sehingga dapat diterapkan pada pelbagai bidang lukis, seperti tembok, kayu, kulit, kertas, atau kanvas. Bentuk cat awal dibuat dengan mengikat pigmen menggunakan semacam lem berbasis air yang dibuat dari kulit binatang. Bahan perantara lainnya yang mungkin juga digunakan meliputi karet dan resin yang diambil dari pepohonan, kuning dan putih telur, atau lilin lebah. Dari abad ke-15 sampai 20, bahan perantara cat utamanya dibuat dari minyak nabati, khususnya minyak biji flaks.[35]

Cetak

[sunting | sunting sumber]

Bentuk paling kuno dari pembuatan kriya cetak memanfaatkan teknik cetak tinggi, di mana gambar tercipta dari menempelkan kertas pada area yang timbul yang sebelumnya telah dilapisi tinta, contohnya seperti pada cukil kayu. Sementara itu dalam teknik intaglio, seperti gravir dan etsa, tinta mengisi area yang turun pada papan cetak yang kemudian akan menempel pada kertas. Teknik cetak lainnya adalah cetak saring dan cetak datar, teknik cetak yang menggunakan permukaan datar, seperti pada teknik cetak batu.[35]

Patung

[sunting | sunting sumber]

Menciptakan patung adalah bentuk ungkapan seni pertama dan paling mudah ditemukan dalam berbagai kebudayaan. Patung-patung paling purba ditengarai diciptakan dengan mengubah bentuk suatu benda yang ditemukan menjadi sebentuk manusia atau hewan. Seiring dengan perkembangan teknologi, para seniman mulai menjelajah berbagai kemungkinan dalam menciptakan patung, mulai dari memahat tulang-belulang, kayu, dan batu, hingga menciptakan gerabah dan menemukan teknik pengecoran logam. Berbeda dengan patung-patung Romawi dan Yunani yang masyhur dalam keadaan yang sudah luntur, patung-patung Klasik sesungguhnya jarang dibuat tanpa warna. Pematung mewarnai patungnya dengan pigmen dan batu berharga untuk menghias atau meningkatkan realisme dari karyanya.[35]

Kontemporer

[sunting | sunting sumber]

Banyak karya seni kontemporer bertujuan untuk mematahkan ekspektasi pemirsanya tentang kesenian dan kehidupan, sering kali dalam semangat parodi atau pastise. Demi mengejar keaslian dalam berkarya, seniman-seniman kiwari telah menjelajah bermacam ragam sarana dan bahan yang terbayangkan, mulai dari fotografi, papan neon, film hingga video.[35]

Keterjangkauan

[sunting | sunting sumber]

Semenjak dahulu kala, karya-karya seni terbaik sengaja dihadirkan untuk menunjukkan kekayaan dan kekuasaan. Karya seni ini sering kali diciptakan dengan menggunakan bahan-bahan berskala besar dan mahal. Banyak karya seni dipesan oleh penguasa politik atau lembaga agama, dengan versinya yang lebih sederhana untuk golongan papan atas dalam masyarakat.[41]

Versailles: Louis Le Vau membuka lapangan dalam untuk menciptakan kesan jalan masuk yang banglas, cour d'honneur, yang kemudian ditiru di berbagai penjuru Eropa.

Biarpun demikian, terdapat banyak periode dalam sejarah ketika seni bermutu tinggi tersedia, dalam artian kepemilikan, bagi banyak kalangan dalam masyarakat, terutama dengan media berbahan murah seperti tembikar, yang bertahan di dalam tanah, dan media yang mudah rusak seperti kain dan kayu. Pada banyak kebudayaan yang berbeda-beda, keramik orang asli Amerika ditemukan dalam banyak makam yang membuktikan bahwa benda semacam itu tidak terbatas pada golongan elit,[42] meskipun bentuk karya seni lainnya mungkin terbatas pada kalangan tertentu. Tata cara pembuatan seperti cetakan memungkinkan produksi jumlah besar menjadi lebih mudah dilakukan, dan hal semacam itu digunakan untuk menyediakan tembikar Romawi Kuno dan figurin Tanagra Yunani yang bermutu tinggi ke pasar yang luas. Segel silinder yang memiliki fungsi praktis dan artistik, digunakan secara luas pada kalangan yang kita sebut sebagai kelas menengah di Timur Dekat Kuno.[43] Ketika uang logam telah dipergunakan secara luas, hal ini juga berarti bahwa uang logam telah menjadi sebentuk seni yang telah menjangkau masyarakat yang paling luas.[44]

Inovasi penting lainnya terjadi pada abad ke-15 di Eropa, ketika karya seni cetak mulai dibuat dari cukilan kayu kecil yang umumnya bertema keagamaan. Hasil seni cetak ini sering kali berukuran sangat kecil dan diwarnai secara manual, dan bahkan terjangkau bagi kalangan buruh tani. Mereka menempelkan seni cetak tersebut ke dinding rumah mereka. Sementara itu, pada mulanya buku cetak begitu mahal, tetapi harganya terus turun hingga abad ke-19 yang bahkan kalangan berekonomi rendah dapat membeli ilustrasi cetak.[45] Berbagai macam hasil cetak populer telah menghiasi rumah dan tempat-tempat lainnya selama berabad-abad.[46]

Pada tahun 1661, Kota Basel di Swiss membuka museum seni untuk umum pertama di dunia, yaitu Museum Seni Rupa Basel. Saat ini, koleksinya merentang luas dari permulaan abad ke-15 hingga karya seni mutakhir. Koleksinya yang beraneka ragam membuat museum ini menjadi salah satu museum seni terpenting di dunia. Sejumlah koleksinya meliputi lukisan dan gambar dari seniman-seniman wilayah Rhein Atas antara tahun 1400 dan 1600, serta juga karya seni dari abad ke-19 hingga 21.[47]

Bangunan dan tugu publik, baik yang sekuler maupun yang religius, secara alami menganggap keseluruhan masyarakat dan pengunjung sebagai penonton, sehingga kenampakannya pada khalayak umum merupakan suatu faktor penting dalam perancangannya. Kuil-kuil Mesir yang paling besar dan paling mewah biasanya ditempatkan pada lokasi yang bisa dilihat oleh masyarakat umum, bukan tempat tersembunyi yang hanya bisa dilihat oleh kalangan tertentu.[48] Banyak kawasan dalam istana dan puri kerajaan atau rumah kalangan elite bisa dikunjungi masyarakat umum. Koleksi karya seni kerajaan atau kalangan elite juga dapat dilihat oleh semua orang, dengan atau tanpa biaya masuk. Sebagian juga memiliki kode busana tertentu tanpa membeda-bedakan siapa mereka, seperti di Istana Versailles di mana aksesori tambahan yang sesuai (gesper sepatu perak dan pedang) dapat disewa dari toko di luar.[49]

Pembuatan batik cap yang lebih cepat daripada batik tulis.

Di Indonesia, batik merupakan contoh karya seni yang mulanya terbatas pada kalangan tertentu tetapi kemudian menjadi tersedia untuk masyarakat luas. Batik awalnya hanya dikerjakan dengan tangan sehingga hanya tersedia dalam jumlah yang sedikit dan harganya tidak terjangkau. Pada 1840-an, batik dengan teknik cap diperkenalkan dan berhasil mempercepat produksi batik. Selembar kain batik tulis umumnya diselesaikan dalam waktu 2-3 bulan, tetapi dengan teknik cap dapat diselesaikan hanya dalam 2-3 hari saja.[50] Pada 1960-an, teknologi cetak untuk batik diperkenalkan. Sejak saat itu, harga kain batik menjadi jauh lebih murah dari yang sebelumnya dikerjakan menggunakan tangan. Batik juga mampu diproduksi secara massal dalam waktu yang singkat. Oleh sebab itu, batik lantas berhasil menjangkau beragam lapisan dalam masyarakat.[51]

Cabang-cabang seni

[sunting | sunting sumber]

Umumnya seni dibagi menjadi dua cabang besar, yakni seni murni (fine art) dan seni terapan (applied art). Seni rupa murni tidak memperhatikan unsur praktis. Karya seni rupa murni adalah ungkapan daya cipta pembuatnya. Cabang-cabang seni rupa murni di antaranya adalah:[52]

Desain perabotan kursi di Museum Desain Copenhagen

Sementara itu, seni rupa terapan merupakan cabang seni yang memperhatikan nilai kepraktisan atau kegunaan dari karya seni.[53] Seni rupa terapan sering kali disebut juga dengan desain. Cabang-cabang seni rupa terapan antara lain adalah sebagai berikut:

Gerakan-gerakan seni

[sunting | sunting sumber]

Gerakan/aliran seni dan sastra secara lintas sejarah antara lain adalah sebagai berikut:

Asal Barat
Asal Timur

Polemik

[sunting | sunting sumber]

Seni dalam perjalanan sejarahnya sering kali menuai kontroversi, yakni dalam bentuk tidak disukai oleh sejumlah pihak yang melihatnya karena berbagai alasan, meskipun sebagian besar kontroversi pra-modern direkam secara samar, atau sama sekali hilang dari pengetahuan modern. Salah satu bentuk kebencian dan penghancuran terhadap seni adalah ikonoklasme. Banyak hal yang dapat melatarbelakangi ikonoklasme, termasuk salah satunya adalah agama. Sementara itu, anikonisme adalah ketidaksukaan secara umum terhadap semua gambar figuratif, atau sering kali hanya yang bersifat religius. Anikonisme dapat ditemui di banyak agama besar. Dalam Seni Islam, penggambaran Muhammad dianggap sebagai hal yang kontroversial. Sebagian karya seni lainnya tidak disukai semata-mata karena menggambarkan atau mewakili penguasa atau pihak yang tidak disegani atau menggambarkan kelompok lain. Kesepakatan tentang nilai-nilai artistik sering kali bersifat konservatif dan dianggap sangat serius oleh para kritikus seni, meskipun sering kali tidak dipandang demikian oleh masyarakat umum. Muatan ikonografi seni dapat menimbulkan kontroversi, seperti penggambaran baru Bunda Maria Jatuh Pingsan dalam adegan Penyaliban Yesus. Pengadilan Terakhir oleh Michelangelo juga dianggap kontroversial karena berbagai alasan, termasuk pelanggaran kesopanan dalam bentuk ketelanjangan dan pose Kristus yang tampak seperti Apollo.[54][55]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b "Hasil Pencarian - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2018-10-29. 
  2. ^ "art | Definition of art in English by Oxford Dictionaries". Oxford Dictionaries | English. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-09-01. Diakses tanggal 2018-10-29. 
  3. ^ "Definition of ART". www.merriam-webster.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-10-29. 
  4. ^ "Indonesian Art & Culture Community | Ada apa dengan istilah seniman?". indonesianartculture.org. Diakses tanggal 2018-10-27. 
  5. ^ a b Yusa, I. Made Marthana (2016-03-31). SINERGI SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI: DALAM PROSES BERKARYA KREATIF DI DUNIA TEKNOLOGI INFORMASI. Stimik Stikom Indonesia. ISBN 9786027066502. 
  6. ^ Susanto, Sophia (April 2012) The Problematic Rupture of ‘Gerakan Seni Rupa Baru’: The Indonesian New Art Movement of the 1970s. Hal. 22-23. http://archive.ivaa-online.org/files/uploads/texts/20120400%20The%20Problematic%20Rupture%20of%20GSRB.pdf
  7. ^ Sudjoko dalam Sachari, Agus (1986) Seni, Desain dan Teknologi. Bandung: Penerbit Pustaka. Hal.75
  8. ^ World, Denny JA's. "Denny JA's World : Wawancara saya dengan saya - Jim Supangkat". Denny JA's World. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-28. Diakses tanggal 2018-10-28. 
  9. ^ a b Supangkat, Jim (2006). Ikatan silang budaya: seni serat Biranul Anas. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 9789799100597. 
  10. ^ "ideology". mbewthea.angelfire.com. Diakses tanggal 2018-10-29. 
  11. ^ "Hyphen—» Seniman atau "seniman"? (11 September-2 Oktober 2011)". hyphen.web.id. Diakses tanggal 2018-10-28. 
  12. ^ Sudjojono, S. (2017-06-12). Cerita Tentang Saya dan Orang-orang Sekitar Saya. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 9786024243074. 
  13. ^ Matthew; Thierry Lenain; Hubert Locher (22 Juni 2012). Art History and Visual Studies in Europe: Transnational Discourses and National Frameworks. BRILL. pp. 222–223. ISBN 978-90-04-21877-2. Diakses 23 June 2018.
  14. ^ Cyranoski, David (2014-10-08). "World's oldest art found in Indonesian cave". Nature (dalam bahasa Inggris). doi:10.1038/nature.2014.16100. ISSN 1476-4687. 
  15. ^ "Gambar Hewan Tertua Dari 40 Ribu Tahun Lalu Ditemukan di Kalimantan - Nationalgeographic.grid.id". 2018-11-08. Diakses tanggal 2018-11-09. 
  16. ^ Radford, Tim (2004-04-16). "World's oldest jewellery found in cave". the Guardian (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-11-02. 
  17. ^ Brahic, Catherine. "Shell 'art' made 300,000 years before humans evolved". New Scientist (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-11-02. 
  18. ^ Gombrich, p.83, pp.75-115 pp.132-141, pp.147-155, p.163, p.627.
  19. ^ Gombrich, pp.86-89, pp.135-141, p.143, p.179, p.185.
  20. ^ Tom Nichols (1 Desember 2012). Renaissance Art: A Beginner's Guide. Oneworld Publications. ISBN 978-1-78074-178-9.
  21. ^ Gombrich, hal. 127-128
  22. ^ Gombrich, hal. 634-635
  23. ^ William Watson (1995). The Arts of China 900-1620. Yale University Press. ISBN 978-0-300-09835-8.
  24. ^ Gombrich, hal.155, hal.530.
  25. ^ Colin Moore (6 August 2010). Propaganda Prints: A History of Art in the Service of Social and Political Change. A&C Black. p. 76. ISBN 978-1-4081-0591-7.
  26. ^ Gombrich, hal. 394-395, hal. 519-527, hal. 573-575.
  27. ^ "The Age of Enlightenment An Anthology Prepared for the Enlightenment Book Club" (PDF) [1]. hal. 1–45. 26 Mei 2018.
  28. ^ The New York Times Book Review. 1, 84. New York Times Company. 1979. hal. 30.
  29. ^ Schiuma, Giovanni (2011-05-19). The Value of Arts for Business (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 9781139496650. 
  30. ^ Rachmi, Tetty (2019-01-14). "Pendidikan Seni di SD" (PDF). Penerbit Universitas Terbuka. Diakses tanggal 2023-12-11. 
  31. ^ Resources, Management Association, Information (2014-06-30). Digital Arts and Entertainment: Concepts, Methodologies, Tools, and Applications: Concepts, Methodologies, Tools, and Applications (dalam bahasa Inggris). IGI Global. ISBN 9781466661158. 
  32. ^ Hogan, Susan (2001). Healing Arts: The History of Art Therapy (dalam bahasa Inggris). Jessica Kingsley Publishers. ISBN 9781853027994. 
  33. ^ Barthes, Roland (1993). Mythologies (dalam bahasa Inggris). Vintage. ISBN 9780099972204. 
  34. ^ Dutton, Denis. 2003. "Aesthetics and Evolutionary Psychology" dalam The Oxford Handbook for Aesthetics. Oxford University Press.
  35. ^ a b c d e f "Art | Oil Painting | Paintings". Scribd. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-14. Diakses tanggal 2020-03-28. 
  36. ^ Liputan6.com (2019-10-10). "Seniman Ini Bikin Lukisan dari Arang, 6 Karyanya Menakjubkan". liputan6.com. Diakses tanggal 2020-09-04. 
  37. ^ "Berbagai Jenis Teknik dan Gaya Lukisan serta Perbedaannya". Intensely News. 2020-02-05. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-10-28. Diakses tanggal 2020-09-04. 
  38. ^ Times, I. D. N.; Silawati, Dwi Ayu. "7 Tips Melukis dengan Media Cat Gouache untuk Pemula". IDN Times. Diakses tanggal 2020-09-04. 
  39. ^ "Inilah Metode Melukis Dengan Pastel Warna | Superprof". www.superprof.co.id. Diakses tanggal 2020-09-04. 
  40. ^ "Tips Menggambar Dengan Menggunakan Pulpen | Superprof". www.superprof.co.id. Diakses tanggal 2020-09-04. 
  41. ^ Gilbert, Kuhn pp. 161–165
  42. ^ "Ceramics of the Indigenous Peoples of South America: Studies of Production and Exchange using INAA". core.tdar.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 28 May 2018. 
  43. ^ Barbara Ann Kipfer (30 April 2000). Encyclopedic Dictionary of Archaeology. Springer Science & Business Media. hlm. 264. ISBN 978-0-306-46158-3. 
  44. ^ Ancient Coins as Works of Art. Museum Haaretz. 1960. Diakses tanggal 28 May 2018. 
  45. ^ George Hugo Tucker (2000). Forms of the "medieval" in the "Renaissance": A Multidisciplinary Exploration of a Cultural Continuum. Rookwood Press. hlm. 148. ISBN 978-1-886365-20-9. 
  46. ^ Antony Griffiths (1996). Prints and Printmaking: An Introduction to the History and TechniquesPerlu mendaftar (gratis). University of California Press. hlm. 149. ISBN 978-0-520-20714-1. 
  47. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-24. Diakses tanggal 2020-09-17. 
  48. ^ Győző Vörös (2007). Egyptian Temple Architecture: 100 Years of Hungarian Excavations in Egypt, 1907–2007. American Univ in Cairo Press. hlm. 140. ISBN 978-963-662-084-4. 
  49. ^ Adam Waldie (1839). The Select Circulating Library. A. Waldie. hlm. 367. 
  50. ^ Iswara,dkk, Helen (2011-06-01). Batik Pesisir Pusaka Indonesia. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9103-38-3. 
  51. ^ Publishing, TEMPO (2020-01-01). Batik Tradisional - Mempertahankan Warisan Leluhur. Tempo Publishing. ISBN 978-623-262-130-5. 
  52. ^ Seni dan Budaya. PT Grafindo Media Pratama. ISBN 9789797583699. 
  53. ^ "Cara Membedakan Seni Rupa Murni dan Terapan". 
  54. ^ Maureen McCue (2016). British Romanticism and the Reception of Italian Old Master Art, 1793–1840. Taylor & Francis. ISBN 978-1-317-17148-5. 
  55. ^ Angela K. Nickerson (2010). A Journey into Michelangelo's Rome. ReadHowYouWant.com. hlm. 182. ISBN 978-1-4587-8547-3.