Dalem Brontokusuman | |
---|---|
Nama sebagaimana tercantum dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya | |
![]() | |
![]() | |
Kategori | Bangunan |
No. Regnas | Belum ada (Pengajuan 30 Maret 2017) |
Lokasi keberadaan | Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta |
Pemilik | Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat |
Pengelola | Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat |
Ndalem Brontokusuman (bahasa Jawa: ꦤ꧀ꦢꦊꦩ꧀ꦧꦿꦤ꧀ꦠꦏꦸꦱꦸꦩꦤ꧀, translit. Ndalĕm Bråntåkusuman) atau Ndalem Pugeran adalah bangunan cagar budaya yang terletak di Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasinya berada di sisi barat Jalan Sisingamangaraja serta bersebelahan dengan Kelurahan Keparakan di sebelah utara. Bangunan ini ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Wali Kota No. 798/KEP/2009.
Ndalem Brontokusuman didirikan tahun 1895 atau ketika Hamengkubuwana VII bertakhta. Komponen bangunan tersebut mengacu kepada Keraton Yogyakarta, yaitu berada dalam sebuah benteng dan memiliki struktur tata ruang rumah tradisional Jawa (pendopo, gledegan, regol, pringgitan, ndalem ageng, gandok kiwa, gandok tengen, seketheng, gadri, dan pawon).[1][2]
Bangunan ini pertama kali digunakan oleh G.B.R.Ay.[a] Brontokusumo sebagai tempat kediamannya.[3] Dia merupakan putri kedelapan Hamengkubuwana VII dari permaisurinya yang bernama G.K.R.[b] Kencana (kemudian berganti nama menjadi G.K.R. Wardhan).[4] Sebelum menikah, Brontokusumo bernama G.K.R. Condrokirono I, tetapi setelah menikah dengan K.R.T.[c] Brontokusumo, namanya diganti menjadi G.B.R.Ay. Brontokusumo. Adapun suami dari Brontokusumo merupakan putra dari K.R.T. Joyodipuro. Pada awalnya, ayahnya itu bertugas sebagai wedana abdi dalem keraton dan merangkap Prentah Punakawan Keraton (Abdi Dalem Punakawan). Namun setelah meninggal, kedudukannya digantikan oleh K.R.T. Brontokusumo yang mendapatkan jabatan sebagai Bupati Nayaka Wedana Keparak Tengen.[5]
Menurut tradisi Keraton Yogyakarta, raja selalu menyediakan kediaman bagi para abdi dalem, prajurit, serta putra-putrinya,[6] tetapi penggunaan ndalem atau tempat tinggal hanya bersifat hak pakai untuk putri keraton. Hal ini juga berlaku untuk Ndalem Brontokusuman. Setelah Brontokusumo meninggal, pihak keraton lantas mengambil alih lagi bangunan tersebut dan membiarkannya kosong, sampai akhirnya Presiden Soekarno meminjam halaman depannya untuk mendirikan Museum Perjuangan Yogyakarta. Bangunan ini juga sempat dipinjamkan oleh pihak keraton kepada Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) sebagai tempat tinggal para prajurit, tetapi pertengahan tahun 1960 dipindahkan ke Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman yang berada di Jalan Bintaran Wetan No. 3, Kelurahan Gunungketur, Kecamatan Pakualaman, Kota Yogyakarta.[1][3]
Pada 1968, Hamengkubuwana IX memerintahkan B.R.M.[d] Rabinharyani atau G.B.P.H.[e] Puger untuk menempati Ndalem Brontokusuman.[5] Dia adalah putra bungsu Hamengkubuwana VIII dari permaisurinya yang bernama B.R.Ay. Retnopuspito. Hal inilah yang menyebabkan bangunan ini juga dikenal dengan nama Ndalem Pugeran,[7] sedangkan nama kampung tempat berdirinya tetap tidak berubah sampai sekarang, yaitu Kampung Brontokusuman.[3][4][8]
Ndalem Brontokusuman dipugar tahun 2017 karena tingkat kerusakan bagian belakang dari bangunan ini cukup parah akibat gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta tanggal 27 Mei 2006.[9][10][11] Saat ini, bangunan tersebut telah ditetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya, meskipun hanya melalui Surat Keputusan Wali Kota Nomor 798/KEP/2009. Keputusan tersebut tetap memiliki kekuatan hukum yang kuat dan pencabutan statusnya hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat.[12] Adapun dasar dalam menentukan bangunan warisan budaya adalah Perda Daerah Istimewa Yogyakarta No. 6 Tahun 2012, sedangkan penentuan untuk bangunan cagar budaya didasarkan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya.[10]