Kekuatan besar adalah negara yang diakui memiliki kemampuan untuk memberikan pengaruhnya dalam skala global. Ciri kekuatan besar adalah memiliki kekuasaan militer dan diplomasi serta pengaruh kekuatan lunak yang bisa membuat kekuatan kecil mempertimbangkan pendapat kekuatan besar sebelum mengambil tindakan sendiri. Para pakar hubungan internasional berpendapat bahwa status kekuatan besar dapat dicirikan menjadi kapabilitas kekuasaan, aspek spasial, dan dimensi status. Terkadang status kekuatan besar secara formal diakui dalam konferensi seperi Kongres Wina[2][3] atau suatu struktur internasional seperti Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Isitlah "kekuatan besar" pertama kali digunakan untuk menunjukkan negara-negara yang paling penting di Eropa pada masa pasca-Napoleon. "Kekuatan Besar" menegakkan "Kesepakatan Eropa" dan mengklaim memiliki hak untuk bersam-samaa menegaskan perjanjian pascaperang.[4] Formalisasi pembagian antara kekuatan kecil[5] dan kekuatan besar muncul dengan disepakatinya Perjanjian Chaumont pada 1814. Sejak itu, keseimbangan kekuasaan telah berganti berkali-kali, yang paling dramatis adalah pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Meskipun beberapa negara banyak dianggap sebagai kekuatan besar, tetapi tidak ada daftar tetapnya.
Tidak ada karakteristik yang ditetapkan atau ditentukan dari kekuatan besar. Karakteristik ini sering diperlakukan sebagai empiris, bukti diri bagi penilai. Namun, pendekatan ini memiliki kelemahan subjektivitas. Akibatnya, ada upaya untuk mendapatkan beberapa kriteria umum dan memperlakukannya sebagai elemen penting dari status kekuatan besar. Danilovic (2002) menyoroti tiga karakteristik utama, yang dia sebut sebagai "dimensi kekuasaan, spasial, dan status," yang membedakan kekuatan besar dari negara lain.
While no longer a superpower (a position it lost in the 1940s), the UK remains much more than a 'middle power'.
Trident as a pillar of the transatlantic relationship and symbol of the UK's desire to remain a great power with global reach.
Moreover, three times of the Great Clearance, which happened in the 18th year of Shunzhi (1661), 3rd year of Kangxi(1664), 18th year of Kangxi(1679) respectively, caused 'what used to be busy and prosperous streets to become ruins, and the people who used to gather in the same place as family to separate. The documents that recorded family bonds got incomplete, classic books got lost, brothers were separated and ancestors were no longer worshiped. ' (Hanzi: 另外顺治十八年(1661) 、康熙三年 (1664) 、十八年 (1679)三次迁界 ,也造成了“昔之闾里繁盛者 ,化而为墟矣 ,昔之鸠宗聚族者 ,化而星散矣 ,户口凋残 ,典籍失矣 ,兄弟离散 ,神主遗之。”)
As long as Russia's rationality of government deviates from present-day hegemonic neo-liberal models by favouring direct state rule rather than indirect governance, the West will not recognize Russia as a fully fledged great power.
As long as Russia's rationality of government deviates from present-day hegemonic neo-liberal models by favouring direct state rule rather than indirect governance, the West will not recognize Russia as a fully fledged great power.